MALILI — Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pendapatan Bapenda Sulsel Luwu Timur merilis sebanyak 14 perusaahan di Luwu Timur (Lutim) menunggak pajak kendaraan alat berat.
Meskipun alat berat telah dimasukkan sebagai kendaraan wajib pajak, namun sejumlah perusahaan di wilayah Luwu Timur belum melaporkan kendaraannya tersebut ke kantor Samsat Luwu Timur.
Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Dispenda Luwu Timur, Rusmin, Selasa (1/8), mengatakan, hingga saat ini pihaknya telah menyurati dan mengunjungi beberapa perusahaan terkait kepemilikan alat berat dan pajak kendaraan.
“Ada 14 perusahaan di wilayah Luwu Timur yang kami kunjungi. Hanya saja saat dikonfirmasi pimpinan perusahaannya tidak berada di tempat dan belum memberikan klarifikasi,” ungkap Rusmin.
Ia menjelaskan, 14 perusahaan tersebut memiliki banyak alat berat dan kendaraan perusahan. Hanya saja kendalanya saat ini, kata Rusmin perusahaan tersebut belum melaporkan alat berat dari berbagai jenis dan ukuran ke Samsat Luwu Timur.
Di antaranya sebutnya, PT Patiwiri yang tunggakannya mencapai Rp285.660.400, PT Latanindo Graha Persada mencapai Rp179.198.100, PT Panca Digital Solusion Rp589.204.290 dan PT Star Mitra Sulawesi Rp271.515.650.
Selain 4 perushanan tersebut juga ada 10 sub kontraktor PT Vale yang menunggak termasuk PT Puma Jaya Utama yang tunggakannya mencapai Rp138.454.866, PT Truba Rp194.130.786, PT Sarana Seisindo Utama Rp128.249.777, PT Indra Pratama Rp278.927.416, PT Awogading Rp289.831.886, dan PT Tanzere Rp247.889.683.
Selain itu juga PT Sinar Hasdar Rp.130.967.412, PT Thees Rp279.875.467, PT Capra Karya Rp196.699.156, dan PT Putra Mahalona Rp141.296.345.
“Tunggakan keseluruhan mencapai Rp3.351.874.214. Tunggakan ini tercatat hingga tahun 2012, sedangkan hak kepemilikan kendaraan alat berat ini belum mendapat klarifikasi dari pemilik perusahan,” ungkapnya.
Untuk itu, ia berharap kepada pihak perusahaan yang terkait, agar segera datang mengklarifikasi tentang kendaraan berat yang mereka miliki.
“Sekarang belum ada konfirmasi dari perusahan. Jadi pajak mereka kami hitung sesuai dengan perundang-undangan yang terhitung masa pajaknya 5 tahun + 1 tahun berjalan. Kalau masa penguasannya 10 tahun sudah beroperasi itu artinya yang bisa ditagih 5 tahun + 1 tahun berjalan,” ungkap Rusmin.
Lanjut Rusmin, untuk menetapkan sekian pajak yang harus dibayar oleh pihak perusahaan, pihaknya juga tidak berani untuk mematok berapa jumlahnya, karena belum ada konfirmasi dari pihak perusahan.
“Kita juga tidak bisa semena-mena menetapkan sekian pajak yang harus terbayarkan. Sampai sekarang hitungan kasarnya ini dengan asumsi 5 tahun,” ungkapnya.
Ia mengaku kesulitan lantaran pihak perusahaan tidak merespon dan tidak memilki itikad baik sebagai wajib pajak.
“Kesulitannya disini pimpinan perusahan tidak berada di tempat,selain sebagai Wajib pajak juga tidak memiliki itikad baik untuk datang langsung ke Samsat,” terangnya dikutp palopopos.
Ia menambahkan, kegiatan kedepannya untuk memaksimalkan penyerapan PAD serta tercapainya target maka akan melibatkan Satpol-PP dan instansi yang terkait serta pihak kepolisian.
“Ke depan kita akan melibatkan kegiatan dalam operasi gabungan, karena sudah menjadi aturan bahwa kendaraan-kendaraan tersebut harus membayar pajak,” tegas Rusmin.(ilham)