MAKASSAR – Pemerintah pusat melalui Kementerian Dalam Negeri sedang menyetujui penghapusan bea balik nama kendaraan bermotor (BBN 2) dan pajak progresif. Dua pajak ini akan dihapus pada tahun 2025.
Hal ini disampaikan Direktur Pendapatan Daerah Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Dr Hendriwan, pada focus group discussion (FGD) Rancangan peraturan daerah (Ranperda) tentang pajak daerah dan retribusi daerah, Jumat 3 November 2023 di Makassar. Diskusi ini digelar Bapenda Sulsel.

Menurutnya, dampak penghapusan BBN 2 tidak terlalu signifikan terhadap pendapatan daerah karena tarifnya hanya 1 persen dari Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB).
Saat ini banyak masyarakat tidak melakukan balik nama kendaraan bekas yang dibelinya sehingga data kepemilikan kendaraan bermotor juga tidak akurat.
Hendriawan melanjutkan, pajak progresif juga akan dihapus karena saat ini banyak masyarakat yang membeli kendaraan menggunakan KTP orang lain untuk menghindari pajak progresif.
Menurutnya, penghapusan dua pajak itu akan meningkatkan kepatuhan masyarakat dalam membayar Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan BBN 2 sehingga data kendaraan bermotor milik pemerintah daerah akan akurat.
Ia menambahkan, saat ini pemerintah pusat telah menghapus 14 jenis retribusi atau pungutan dikelola kabupaten kota antara lain : biaya cetak KTP dan akta catatan sipil, pelayanan pemakaman, pengujian kendaraan bermotor, pemeriksaan alat pemadam kebakaran, biaya cetak peta, dan penyedotan kakus.
Juga pengolahan limbah cair, tera ulang, pelayanan pendidikan, pengendalian menara telekomunikasi, terminal, izin penjualan minuman beralkohol, izin trayek, dan izin usaha perikanan.
Setelah 14 retribusi itu dicabut, kabupaten/kota akan mendapatkan opsen PKB dan BBNKB. Cara ini diyakini akan memperkuat pemungutan karena adanya sinergitas antara kabupaten/kota dan provinsi.
“Saat ini ada 360 usulan daerah otonomi baru. Bila disetujui tentu akan mempengaruhi dana transfer ke derah. Makanya kemampuan keuangan daerah harus mengarah pada kemandirian fiskal,” ujarnya.
FGD ini dibuka Kepala Bapenda Sulsel, Dr. H. Reza Faisal Saleh, S.Stp.,M.si,. “FGD ini merupakan bentuk tanggung jawab perangkat daerah pemrakarsa rancangan peraturan daerah dalam rangka penyempurnaan rancangan peraturan daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah Provinsi Sulsel,” katanya.

Ia menjelaskan, ranperda tentang pajak daerah dan retribusi daerah merupakan konsekuensi dan amanat dari ditetapkannya undang-undang nomor 1 tahun 2022 tentang hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah (uu HKPD) sebagaimana ketentuan pasal 94 uu hkpd yang menyatakan bahwa seluruh jenis pajak dan retribusi harus ditetapkan dalam satu perda yang menjadi dasar pemungutan pajak dan retribusi di daerah.
Ranperda PDRD yang kami inisiasi telah mengakomodir tambahan jenis pajak dan retribusi yang menjadi kewenangan daerah provinsi antara lain pajak alat berat (PAB) dan opsen pajak mineral bukan logam dan batuan (opsen pajak MBLB) serta retribusi perizinan tertentu yakni retribusi izin pertambangan rakyat (IPR).
Berdasarkan ketentuan pasal 187 huruf b UUHKPD menyatakan bahwa perda mengenai pajak dan retribusi yang disusun berdasarkan undang-undang nomor 28 tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah masih tetap berlaku paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal diundangkannya UU HKPD.
Diskusi ini dihadiri tiga pemateri yakni Staf Ahli Gubernur Sulsel Bidang Ekonomi, Pembangunan dan Keuangan Dr Since Erna Lamba, Direktur Pendapatan Daerah Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah
Kementerian Dalam Negeri Dr Hendriwan, Riris Prasetyo dari Kemendagri, dan Ni Putu Myari Artha dari Dirjen Bina Keuangan Daerah. Peserta diskusi ini adalah pejabat/staf pengelola retribusi lingkup Pemprov Sulsel.(alim)
